Takengon,Pilargayonews.com – Dunia jurnalistik di Kabupaten Aceh Tengah kembali terusik oleh pernyataan tidak pantas yang diduga dilontarkan oleh seorang anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Aceh Tengah dengan inisial A. Dalam sebuah percakapan santai di Desa Bale, tepatnya di rumah seorang kontraktor pada 19 April 2025, seorang anggota Panwaslu diduga melontarkan ucapan yang dianggap merendahkan profesi wartawan serta mencederai nilai-nilai kebebasan pers.
Menurut laporan wartawan Bayu Reslita yang berada langsung dalam percakapan tersebut, anggota Panwaslu tersebut mengklaim telah “mengkondisikan” semua wartawan di Aceh Tengah agar tidak lagi memberitakan hal-hal negatif mengenai wilayah tersebut. Ia bahkan secara terbuka menyebut bahwa wartawan hanya datang untuk meminta uang, bukan menjalankan tugas jurnalistik sebagaimana mestinya.
“Semua wartawan di Kabupaten Aceh Tengah sudah dikasih uang. Tidak akan ada lagi berita-berita miring tentang daerah ini,” ujar anggota Panwaslu itu sebagaimana ditirukan Bayu kepada media.
Ucapan ini pun memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk Ketua Barisan Mualem dan Ketua DPC ASWIN Aceh Tengah, yang menyatakan sangat tersinggung atas sikap arogan tersebut. Keduanya menilai pernyataan itu bukan hanya bentuk pelecehan terhadap profesi wartawan, tapi juga penghinaan terhadap prinsip dasar demokrasi yang menjamin kebebasan pers.
“Kami sangat kecewa. Ini jelas mencederai integritas jurnalis yang selama ini bekerja menjaga objektivitas informasi untuk masyarakat,” ungkap salah satu wartawan senior dari wilayah tengah Aceh.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Panwaslu terkait dugaan pernyataan tersebut. Namun, menurut sumber internal, ucapan itu dilontarkan dalam sebuah pertemuan informal yang juga dihadiri beberapa anggota LSM dan rekanan lainnya.
Berbagai organisasi pers lokal dan nasional, termasuk Sekber Wartawan Indonesia (SWI) dan ASWIN, kini turut menyoroti insiden tersebut. Mereka menyebut tindakan itu sebagai bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers dan berencana mengambil langkah hukum jika tidak ada permintaan maaf terbuka dari pihak yang bersangkutan.
Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan tidak membiarkan insiden ini berlalu begitu saja. Sebab, ketika kebebasan pers terancam, maka hak publik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang juga turut dipertaruhkan.
Kini, sorotan publik mengarah pada Panwaslu Aceh Tengah. Apakah lembaga ini akan menunjukkan komitmennya terhadap nilai-nilai demokrasi, atau membiarkan oknum di dalamnya mencoreng nama baik lembaga secara keseluruhan?
Editor:Yusra Efendi