Takengon, pilargayonews.com | Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEM FISIPOL) Universitas Gajah Putih (UGP) menyampaikan kritik keras terhadap kebijakan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Aceh Tengah yang akan memberlakukan pungutan parkir dan retribusi pedagang di kawasan Lapangan Musara Alun mulai 1 September 2025.
Kebijakan tersebut diumumkan secara sepihak dengan dalih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Tengah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi. Namun, BEM FISIPOL menilai penerapannya dilakukan secara tergesa-gesa, tanpa sosialisasi yang memadai, serta berpotensi membebani masyarakat.
“Kebijakan ini memang merujuk pada qanun, tetapi penerapannya terlihat ugal-ugalan. Selama bertahun-tahun Musara Alun dibiarkan tanpa pengelolaan, tiba-tiba masyarakat dihadapkan dengan pungutan. Ini jelas tidak adil bagi masyarakat, khususnya pedagang kecil dan pengguna ruang publik,” ujar Ketua BEM FISIPOL UGP, Tuah Bahgie.
Menurut Tuah, gaya pengambilan keputusan Kadispora Aceh Tengah, Sukirman, terkesan otoriter karena tidak melibatkan partisipasi publik. Padahal, pengelolaan ruang publik yang baik seharusnya mengedepankan transparansi, partisipasi masyarakat, dan kajian dampak sosial-ekonomi, bukan sekadar mencari pemasukan instan untuk PAD.
Disini kami sedikit memberi contoh dari daerah lain untuk menjadi data Pembanding, seperti tarif parkir di kota besar lain yang sudah lebih dulu menerapkan kegiatan serupa yang akan di lakukan oleh Dispora, coba kita bedah dan kaji sebagai bahan pertimbangan.
Banda Aceh: Roda 2 Rp1.000, Roda 4 Rp2.000, Roda 6 Rp5.000. UMKM tidak dipungut harian.
Medan: Roda 2 Rp2.000, Roda 4 Rp3.000, Roda 6 Rp5.000. UMKM hanya membayar jika menyewa lapak resmi.
Yogyakarta (Alun-Alun Kidul): Roda 2 Rp2.000, Roda 4 Rp5.000. UMKM gratis kecuali sewa lapak.
Dari beberapa contoh perbandingan yang coba saya tuliskan, berikut ini adalah catatan penting yang perlu di evaluasi kembali seperti, tarif parkir yang ditetapkan Dispora Aceh Tengah (Roda 2 Rp2.000, Roda 4 Rp5.000, Roda 6 Rp10.000) relatif lebih mahal dibanding Banda Aceh dan Yogyakarta, bahkan dua kali lipat untuk kendaraan roda 6.
Pungutan UMKM Rp10.000 per hari di Musara Alun tidak lazim, sebab di daerah lain UMKM justru difasilitasi, bukan dibebani, pengelolaan di daerah lain dilakukan oleh Dinas Perhubungan dengan mekanisme jelas, bukan hanya lewat pengumuman mendadak.
Ada beberapa hal penting tata cara mekanisme Kebijakan yang seharusnya di lakukan oleh Dispora sebelum mengeluarkan kebijakan, dalam hal ini BEM FISIPOL UGP menekankan bahwa pengambilan kebijakan publik harus melalui mekanisme yang baik, antara lain:
1. Sosialisasi dan Edukasi Publik, menjelaskan tujuan, manfaat, serta mekanisme pungutan sebelum diberlakukan.
2. Partisipasi Masyarakat, melibatkan pedagang, pengguna Musara Alun, serta unsur masyarakat dalam forum dengar pendapat.
3. Kajian Dampak Sosial-Ekonomi, memastikan retribusi tidak memberatkan masyarakat kecil.
4. Transparansi PAD, hasil retribusi wajib masuk kas daerah dan diumumkan secara terbuka.
5. Keadilan dalam Penerapan, menyesuaikan tarif dengan kondisi ekonomi masyarakat Aceh Tengah.
Dalam hal BEM FISIPOL UGP berencana mengirimkan surat resmi kepada Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga, untuk meminta evaluasi terhadap kebijakan ini. “Kami berharap Bupati tidak menutup mata. Jika tidak ada langkah konkret dalam waktu dekat, kami siap mengawal hingga aksi demonstrasi. Pemerintah daerah harus serius menata kebijakan publik, bukan sekadar mencari keuntungan sepihak,” tegas Tuah Bahgie.