Takengon – pilargayonews.com|Majelis Adat Gayo (MAG) Kabupaten Aceh Tengah hari ini, Kamis (02/05/2025) menyelenggarakan Sosialisasi Adat Istiadat Pembinaan Keluarga Muadab dan Adat Perkawinan untuk memperkuat pemahaman dan pelestarian nilai-nilai adat Gayo dalam kehidupan berumah tangga.
Acara yang dihelat di Hotel Linge Land Takengon ini diikuti oleh 40 pasangan suami istri dari berbagai kecamatan di Aceh Tengah, dan dibuka resmi oleh Bupati Aceh Tengah yang diwakili oleh Asisten Administrasi Umum Setdakab, Alam Syuhada.
Dalam sambutan tertulis Bupati Aceh Tengah, Asisten 3 ini menekankan bahwa wujud dari pernikahan adalah keluarga. Dan tata krama (adab) dalam keluarga adalah bernilai ibadah.
Oleh karena itu, bupati melihat pembinaan adat perkawinan ini sangat penting untuk memastikan setiap rumah tangga di Aceh Tengah dibangun di atas fondasi adab dan nilai-nilai luhur Gayo, sehingga menjadi keluarga yang berkah dan beradab (muadab).
“Melalui kegiatan ini, kami berharap para peserta dapat menjadi duta adat di lingkungan masing-masing, membantu melestarikan tradisi, serta membentuk keluarga yang harmonis dan berpegang teguh pada nilai-nilai agama dan adat” demikian penekanan dari Asisten Administrasi Umum Setdakab, Alam Syuhada, saat membacakan sambutan Bupati Aceh Tengah.
Lebih lanjut, Alam Syuhada menyampaikan bahwa untuk mencegah terjadinya sumang (perbuatan terlarang) dan kemali (pantangan/aib) dalam proses perkawinan di Tanah Gayo, dia mengusulkan agar instansi terkait untuk rutin mengadakan sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan perkawinan serta hukum, resam (kebiasaan), aturan, dan tata cara proses perkawinan yang relevan dengan zaman namun tidak bertentangan dengan syariat dan adat.
“Tentu saja tidak lepas dari aturan yang ada berupa Syariat Islam, hukum adat, dan Undang-Undang yang terkait dengan pernikahan tersebut,” ujar Alam Syuhada.
Sementara itu, Kepala Sekretariat MAG Kabupaten Aceh Tengah, Junaidi dalam laporannya menyebutkan tekad pihaknya untuk mengembalikan istilah-istilah adat perkawinan ke bahasa aslinya untuk melestarikan tradisi, seperti mas kawin dikembalikan ke unyuk atau teniron, menjulurkan emas ke turun caram, dan upacara akad nikah ke katip.
Selain itu, dikatakannya bahwa MAG saat ini sedang menelaah untuk menjadikan mata pelajaran adat Gayo termasuk menyangkut perkawinan sebagai mata pelajaran lokal di SLTA atau bahan pengkajian/ diskusi bagi masyarakat.
”Agar adat perkawinan menjadi lestari, sepatutnya dijadikan mata pelajaran kearifan lokal di tingkat Sekolah Atas (SMA/SMK), Perguruan Tinggi, paguyuban, dan lembaga-lembaga adat di kampung, dan didukung oleh Qanun Daerah,” ujar Junaidi.
Terkait pelaksanaan kegiatan, Junaidi berharap kegiatan sosialisasi ini menjadi sarana informasi penting bagi masyarakat.
Kegiatan sosialisasi ini diisi oleh 4 (empat) orang pemateri yang ahli di bidangnya, diantaranya Nurhayati Simanjorang: Memberikan materi tentang Stunting sebagai dampak kesehatan akibat nikah dini. Sabirin: Menyampaikan materi mengenai penerapan nilai adat dan istiadat dalam keluarga. Sahra: Membahas materi Utang Opat (empat utang/kewajiban). Serta Ketua MAG, Abdullah: Menyampaikan materi penting tentang Sumang (perbuatan terlarang).