Takengon – Sengketa hasil Pemilihan Reje (Kepala Desa) Kampung Pedemun, Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, semakin menguat setelah saksi calon reje nomor urut 1, Mahran, kembali menegaskan tuntutannya untuk dilakukan pemilihan ulang.
Ia menyebut pihaknya sedang menyiapkan dokumen fakta integritas masyarakat sebagai bukti dukungan dan bahan pertimbangan bagi instansi terkait dalam penyelesaian sengketa tersebut.
Dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (23/10/2025), Mahran menilai surat balasan resmi dari Panitia Pemilihan Reje (P2R) yang diterimanya pada Kamis (23/10/2025) tidak menjawab substansi keberatan yang diajukan. Ia menilai tanggapan panitia terlalu banyak alasan dan belum merefleksikan kondisi lapangan sebenarnya.
“Kami menilai penjelasan P2R tidak objektif dan banyak alasan yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Fakta-fakta yang kami miliki menunjukkan adanya pelanggaran prosedural yang serius,” tegas Mahran.
Menurut Mahran, dugaan pelanggaran terjadi sejak tahap awal, mulai dari pencabutan nomor urut calon hingga proses penghitungan suara. Ia menyoroti sejumlah kejanggalan teknis yang dianggap mencederai prinsip pemilihan yang jujur, bebas, dan rahasia.
Beberapa hal yang disampaikan antara lain:
Posisi kotak suara yang tidak sesuai dengan ketentuan teknis pemilihan;
Bilik suara yang gelap dan penerangan baru dipasang setelah pemilihan selesai;
Hilangnya dua surat suara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan panitia;
Penjagaan bilik suara oleh anggota KPPS, bukan oleh Linmas sebagaimana diatur dalam regulasi;
Pelarangan dokumentasi proses pemilihan oleh saksi dan media yang diduga dilakukan oleh oknum Babinsa.
“Bilik suara gelap, dua surat suara hilang, dan dokumentasi dilarang. Semua ini menimbulkan kecurigaan kuat terhadap netralitas dan transparansi panitia,” ungkap Mahran.
Untuk memperkuat dasar hukum dan moral tuntutannya, Mahran menjelaskan bahwa pihaknya tengah mengumpulkan fakta integritas dari masyarakat yang menjadi pemilih pada hari pelaksanaan. Dokumen tersebut berisi pernyataan tertulis warga yang mengaku memilih calon nomor urut 1, namun hasil perhitungan dianggap tidak mencerminkan realitas suara di lapangan.
“Saat ini kami sedang membuat fakta integritas dari masyarakat yang mendukung kami dan bersedia menjadi saksi. Fakta integritas ini akan kami serahkan kepada pihak-pihak terkait seperti DPMK, DPRK, maupun Bupati Aceh Tengah,” jelasnya.
Mahran menegaskan bahwa pihaknya menolak menandatangani berita acara penghitungan suara dan tidak akan menerima pelantikan calon reje sebelum ada keputusan hukum yang final. Ia mendesak agar DPRK Aceh Tengah memfasilitasi mediasi secara terbuka dan objektif.
“Kami akan membawa persoalan ini ke DPMK dan DPRK Aceh Tengah. Kami berharap lembaga-lembaga ini dapat mengambil langkah adil dan transparan. Tuntutan kami jelas — pemilihan ulang demi menjaga integritas demokrasi di tingkat kampung,” ujarnya.
Sejumlah warga dan tokoh masyarakat Kampung Pedemun juga menyatakan dukungan terhadap langkah hukum yang ditempuh Mahran. Mereka berharap persoalan ini dapat diselesaikan dengan kepala dingin dan tetap menjaga keutuhan sosial di tengah masyarakat.
“Kami siap menjadi saksi untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada hari pemilihan. Harapan kami sederhana: selesaikan masalah ini dengan adil tanpa ada yang dirugikan,” kata salah satu tokoh masyarakat Pedemun.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Panitia Pemilihan Reje (P2R) Kampung Pedemun belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan pelanggaran prosedural tersebut.
Media ini juga berupaya menghubungi pihak calon reje terpilih serta pihak Kecamatan Lut Tawar untuk mendapatkan konfirmasi lebih lanjut.
Menurut sumber internal di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Aceh Tengah, setiap keberatan hasil pemilihan reje dapat diajukan secara tertulis untuk kemudian dilakukan klarifikasi dan mediasi melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Mengacu pada Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Mukim dan Kampung serta Peraturan Bupati Aceh Tengah Nomor 35 Tahun 2023, proses pemilihan reje wajib dilaksanakan dengan prinsip jujur, adil, rahasia, dan transparan.
Setiap pelanggaran prosedural yang signifikan dapat menjadi dasar bagi dilaksanakannya evaluasi atau pemungutan suara ulang