Kutacane – Sorotan tajam publik kembali mengarah ke Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara. Setelah polemik pembelian mobil dinas dan dugaan pungli saat pelantikan penjabat kepala desa, kini giliran belanja swakelola Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Agara Tahun Anggaran 2024 yang mengundang tanya: mewah di atas kertas, buram dalam kenyataan.
Data yang dihimpun Kaliber Aceh menyebutkan, total belanja makan minum, jamuan tamu, dan biaya rapat Setdakab mencapai angka fantastis: Rp 4.139.754.000. Sementara itu, untuk perjalanan dinas dialokasikan Rp 3.578.000.000, dan honorarium tim pelaksana serta sekretariat kegiatan menembus angka Rp 5.566.776.000.
Publik bertanya: Siapa saja yang menikmati menu mewah ini? Menu apa saja yang disajikan kepada PNS dan honorer? Untuk jamuan tamu sebesar Rp 2,6 miliar lebih, berapa kali Pemkab menerima tamu dari provinsi atau pusat? Dan berapa orang jumlah tamu yang dijamu oleh Setdakab selama tahun berjalan?
Zoel Kenedi, Ketua LSM Kaliber Aceh, dalam pernyataan terbukanya menyebut, pengelolaan anggaran semacam ini mencerminkan sistem birokrasi yang “sakit”. “Kalau sistemnya sudah sakit, maka semua kegiatan juga jatuh sakit,” katanya.
Pengadaan mobil dinas pun tak luput dari kritik. Menurut Kaliber, pengadaan mobil dinas Bupati di tengah tekanan efisiensi anggaran nasional seharusnya ditunda.
“Kalau tidak butuh sekali, untuk apa diadakan tahun ini? Apa urgensinya? Apalagi katanya ini hanya menyusul dari keinginan penjabat sebelumnya,” ujar Zoel.
Kaliber menegaskan, media dan LSM bukan musuh pemerintah. Justru sebaliknya, mereka berperan sebagai pengawal demokrasi. Media harus berani membuka tabir gelap yang disembunyikan di balik dalih administrasi dan laporan keuangan.
“Media adalah sarana pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Media punya tanggung jawab mendidik publik agar sadar akan hak-haknya,” tegas Zoel.
Namun di Aceh Tenggara, kritik justru dibalas sinis. Saat Kaliber mempertanyakan kebijakan dan anggaran, Bupati disebut-sebut merespons dengan bahasa nyinyir: “Lombok juga akan diproses.”
“Apakah kritik kami sebegitu tajamnya hingga harus dibalas dengan ancaman?” tanya Zoel. “Kalau memang bersih, kenapa harus risih?”
Kaliber dan sejumlah elemen sosial kontrol menilai prinsip transparansi dan akuntabilitas di Pemkab Agara sedang dalam titik kritis. Sulitnya akses informasi publik menjadi indikator bahwa semangat good governance belum dijalankan secara sehat.
Zoel mengajak semua elemen sipil – dari ormas, LSM, OKP hingga media – untuk tidak diam. “Kita harus memastikan bahwa proses pemerintahan ini tidak hanya sekadar pencitraan di baliho, tapi sungguh-sungguh melayani rakyat.
( Zoel Kenedy Ketua LSM Kaliber Aceh )