Jakarta – Upaya Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dalam menyelamatkan ekosistem Danau Laut Tawar mendapat apresiasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Hal ini disampaikan dalam audiensi antara Bupati Aceh Tengah, Drs. Haili Yoga, M.Si, dengan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP RI, diwakili Direktur Pengelolaan Sumberdaya Ikan, Sharil Abdul Rauf di Gedung KKP, Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (24/07/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Bupati menyampaikan komitmennya untuk menjaga kelestarian Danau Laut Tawar melalui penertiban alat tangkap ilegal seperti cangkul padang dan dedem, yang selama ini digunakan dalam praktik penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Meski sempat menimbulkan gejolak di masyarakat, penertiban ini dilakukan demi keberlanjutan sumber daya ikan lokal.
Bupati menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten tidak hanya menindak, tetapi juga memberikan solusi berupa program pemberdayaan bagi para nelayan terdampak. “Kita ingin bantu masyarakat. Mereka tidak ditinggalkan, tapi kita arahkan dengan pelatihan, bantuan alat tangkap yang ramah lingkungan, hingga kebijakan pengelolaan sampah di seluruh desa sekitar danau”, ungkapnya.
Bupati juga menyoroti pesatnya pertumbuhan pariwisata di Aceh Tengah yang menjadikan Danau Laut Tawar sebagai ikon wisata utama. “Ekosistem danau ini harus dijaga bersama, termasuk dari cara penangkapan ikan yang merusak. Kami akan membentuk otoritas dan melibatkan masyarakat dalam pengawasan”, lanjutnya.
Direktur Pengelolaan Sumberdaya Ikan, Sharil Abdul Rauf, menyambut baik kebijakan yang diambil Pemkab Aceh Tengah dan menyebut langkah yang diambil Bupati sudah sangat tepat dan perlu didukung penuh oleh pemerintah pusat. “Kami akan berkoordinasi dengan BRIN untuk kajian cepat, terutama untuk mengidentifikasi zona memijah dan bertelur ikan”, ujarnya.
Dirjen juga menambahkan, penggunaan alat tangkap yang merusak harus segera diatur. “Kalau dibiarkan, justru akan memperparah kondisi ekosistem. Kami siapkan bantuan alat tangkap tapi harus terintegrasi, tidak boleh parsial. Harus satu kesatuan kebijakan dengan pelatihan dan aturan”, lugasnya.
Perwakilan dari Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan KKP menyebutkan bahwa nelayan di Aceh Tengah berpotensi menerima bantuan pengganti alat tangkap. Setidaknya ada 20 jenis alat tangkap ramah lingkungan yang bisa diusulkan, pengajuan dilakukan secara kolektif oleh KUB atau koperasi nelayan melalui proposal resmi.
Selain itu, KKP juga menyiapkan program pelatihan dan pendampingan untuk diversifikasi usaha. “Bukan hanya menangkap ikan, tapi juga usaha turunan seperti pengolahan hasil perikanan, kuliner, hingga pelatihan teknis alat tangkap dan penguatan akses modal”, tambahnya.
Meski begitu, KKP mencatat adanya keluhan dari sejumlah nelayan yang kehilangan mata pencaharian akibat pelarangan alat tangkap tertentu. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih humanis dan sosialisasi intensif kepada masyarakat untuk menjelaskan urgensi kebijakan ini demi keberlanjutan dan masa depan generasi mendatang.
Direktur menegaskan pentingnya kolaborasi pemerintah pusat dan daerah. “Kami mendorong pemda membuat regulasi sendiri sebagai penguat, walau pengawasan juga dilakukan oleh provinsi. Ini tanggung jawab bersama dann Danau Laut Tawar sudah masuk RPJMN sebagai kawasan revitalisasi nasional. Harus kita jaga bersama-sama”, tutup Direktur Sharil.