Takengon –pilargayonews.com|Wacana penyelenggaraan konser musik di beberapa daerah di Aceh menuai pro-kontra, terutama terkait kekhawatiran pelanggaran syariat Islam. Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Bidang Ekonomi Kreatif dan Pariwisata DPD II KNPI Aceh Tengah, Afdhalal Gifari, mengajak masyarakat untuk melihat konser sebagai ruang kreativitas dan peluang pertumbuhan ekonomi, bukan semata sebagai ancaman moral.
Menurut Afdhalal, penilaian bahwa konser identik dengan pelanggaran syariat perlu dikaji secara objektif dan tidak bersifat parsial.
“Jika kita menganggap konser sebagai pelanggaran syariat, maka kita juga harus melihat aktivitas sosial kita sehari-hari. Di warung kopi, tempat wisata, sampai perkantoran, interaksi antara laki-laki dan perempuan bukan mahram tetap terjadi. Apakah itu otomatis melanggar syariat? Tidak sesederhana itu,” ujarnya, Rabu 29 10/25.
Ia menegaskan bahwa Islam sebagai agama yang sempurna memberi ruang untuk kebudayaan selama dijalankan sesuai norma dan batasan yang jelas. Karena itu, konser dapat dikemas secara bermartabat dan terarah.
Afdhalal menyebut beberapa konsep konser yang tetap sesuai syariat, seperti pemisahan area penonton laki-laki dan perempuan, pengawasan etika berpakaian, serta menjadikan konser sebagai media dakwah kultural yang kreatif dan edukatif.
“Yang penting bukan acaranya apa, tapi bagaimana kita mengelolanya. Konser bisa menjadi wadah positif bagi anak muda mengekspresikan bakat seni, sekaligus mendukung ekonomi lokal seperti UMKM, transportasi, hingga sektor pariwisata,” jelasnya.
Ia juga menyoroti adanya standar ganda dalam memandang kegiatan masyarakat. Menurutnya, banyak kegiatan lain seperti pesta rakyat dan kampanye politik yang melibatkan keramaian, namun tidak dipersoalkan dari sisi syariat.
“Jangan sampai kita selektif hanya pada kegiatan tertentu. Keadilan dan konsistensi adalah bagian dari nilai Islam,” tegasnya.
Lebih jauh, Afdhalal mengajak pemerintah daerah, ulama, dan pelaku seni untuk duduk bersama merumuskan pola penyelenggaraan kegiatan yang kreatif namun tetap menjaga identitas keislaman Aceh.
“Konser bukan berarti meninggalkan agama. Justru ini kesempatan menunjukkan bahwa Aceh mampu tetap religius sekaligus modern, kreatif, dan terbuka tanpa kehilangan jati diri,” katanya.
Ia menegaskan bahwa pemuda Aceh Tengah siap menjadi garda terdepan dalam memastikan setiap kegiatan berjalan tertib dan sesuai aturan.
“Kami siap memfasilitasi dan menjaga agar kegiatan dilaksanakan dengan tertib serta menghormati syariat Islam. Kami ingin Aceh Tengah berkembang, tetapi tetap dengan identitas yang bermartabat,” tutupnya.






