Oleh Ketua Kaliber Aceh Zoel Kenedi
Kutacane – pilargayonews.com | Walaupun secara umum ada peningkatan capaian pemberantasan korupsi seperti tergambar lewat Corruption Perception Index maupun Control of Corruption, di berbagai level pemerintahan korupsi beramai-ramai tetap terjadi.
Satu contoh menonjol adalah korupsi Pengadaan bibit coklat,Pengadaan buku Desa Melalui Listrasi , dimana kedua kegiatan itu bersumber dari Dana Desa yang muncul di tengah tengah jalan tanpa ada regulasi, Musdus di Desa,kalau kita ingat pengadaan Kartu Tanda Penduduk eletronik (E-KTP) yang melibatkan pengusaha, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pejabat tinggi pemerintahan.
Nah contoh kasus diatas sama juga melibatkan,pejabat teras ,oknun pejabat politi ada DPRK Agara ,jadi di pusat dan Daerah khususnya Aceh Tenggara terjadi sama hal yang disebut dengan korupsi.
Penyusunan atau perubahan anggaran – baik lewat undang-undang (UU) di tingkat Daerah (Qanun) (APBK) maupun lewat peraturan daerah lainnya (APBK) – mensyaratkan adanya persetujuan bersama antara eksekutif dan legislatif.
Hal ini menunjukkan bahwa korupsi beramai-ramai pada masa saat ini disebabkan oleh akibat adanya celah dalam kelembagaan demokrasi yang memberikan aktor ruang “demokratis” untuk melakukan korupsi.Penyederhanaan konfigurasi politik adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini.
Dalam kasus penyusunan atau perubahan APBK, kehadiran banyak pemegang veto berimplikasi pada lamanya proses penyusunan dan keharusan bernegosiasi sebelum sebuah keputusan bisa diambil.
Pengaturan kelembagaan yang berangkat dari checks and balances justru menimbulkan kerumitan dalam proses kebijakan karena sebagian besar atau semua pemegang veto harus sepakat agar APBK bisa disetujui.
Keharusan adanya kesepakatan bersama menjadi perangkap (joint-decision trap) dengan kemungkinan jalan buntu (deadlock).
Untuk menghindari kebuntuan sekaligus agar untuk mengesahkan dokumen anggaran tepat waktu, pihak eksekutif tidak punya pilihan kecuali meminta dukungan parlemen.
Ini kemudian di(salah)gunakan oleh parlemen untuk meminta “uang ketok palu”. Inilah yang terjadi dalam beebagaiy kasus korupsi di Aceh Tenggara dan berbagai kasus korupsi besar di daerah. Dalam kasus-kasus tersebut, miliaran rupiah mengalir ke sejumlah pejabat tinggi dan anggota parlemen.
Tegasnya, kasus korupsi berjemaah dalam penyusunan dan perubahan APBK dapat “dipahami” sebagai upaya lembaga eksekutif untuk menghindari proses yang panjang atau mencegah kebuntuan (deadlock).
Kehadiran banyak pemegang veto menjadikan APBK sebagai kumpulan berbagai kepentingan atau keinginan dalam bentuk “pembagian jatah proyek”.apabila tidak ada kesepakatan antara eksekutif dan legislatif maka perang anak medan akan terjadi di bumi Sepakat Segenep ini ,hal ini dilakukan agar masyarakat Agara menilai yg bahwa Si A dan Si B lagi ribut , padahal Bohong. **