Oleh: Julian Binasco
Takengon.Pilargayonews.com – Aceh Tengah adalah tanah yang diberkahi. Alamnya melimpah, dari hutan-hutan tropis yang subur, danau yang memikat, hingga hasil pertanian yang beraneka ragam. Tak hanya itu, sektor pariwisata di dataran tinggi Gayo juga mulai menampakkan geliat, diminati wisatawan dari seluruh penjuru nusantara bahkan mancanegara.
Namun di balik potensi besar ini, muncul pertanyaan penting: sejauh mana pemerintah daerah serius mengelola kekayaan ini untuk kesejahteraan rakyat?
Sebagai masyarakat Aceh Tengah, saya memandang bahwa pembangunan daerah seharusnya berfokus pada empat pilar utama: pariwisata, pertanian, perdagangan, dan konstruksi. Keempat sektor ini, jika dikembangkan dengan strategi dan arah yang tepat, akan menjadi motor penggerak perekonomian daerah dan membuka lapangan kerja yang luas.
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seharusnya menjadi ujung tombak dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Sayangnya, hingga saat ini peran BUMD di Aceh Tengah belum terlihat optimal. Pengelolaan yang belum transparan, struktur yang tidak jelas, serta kecenderungan mengakomodasi kepentingan politik menjadikan lembaga ini kehilangan taringnya.
BUMD Tanoh Gayo, misalnya, seharusnya dapat mengelola sektor hasil hutan bukan kayu, memberdayakan potensi alam lokal, hingga mengembangkan produk-produk unggulan daerah untuk menembus pasar nasional bahkan internasional. Apalagi di tingkat desa, sudah banyak terbentuk BUMK (Badan Usaha Milik Kampung) yang bisa diajak kerja sama.
Dengan kolaborasi antara BUMD dan BUMK, peluang menciptakan lapangan kerja dan menambah penghasilan masyarakat akan terbuka lebar — terutama bagi pemuda di desa-desa yang saat ini kekurangan akses terhadap kesempatan ekonomi.
Realita di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar hasil alam masih dikuasai oleh kelompok tertentu — bahkan tidak sedikit yang dikelola secara ilegal oleh para mafia hutan. Pemerintah harus hadir dan mengambil alih pengelolaan ini melalui mekanisme yang sah, transparan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat banyak.
Kini muncul pertanyaan di tengah masyarakat: siapa sebenarnya yang memimpin BUMD? Apakah Bupati secara langsung? Atau para asisten di lingkungan Sekretariat Daerah? Ketiadaan struktur dan arah yang jelas membuat publik bingung, bahkan menimbulkan ketidakpercayaan.
Saya berharap Bupati Aceh Tengah berani mengambil langkah tegas: membenahi BUMD dari struktur paling dasar, merekrut putra-putri terbaik Aceh Tengah berdasarkan kompetensi, bukan karena kedekatan atau kepentingan politik. Kinerja harus menjadi ukuran utama, bukan latar belakang atau afiliasi.
Aceh Tengah tidak membutuhkan banyak retorika. Yang dibutuhkan adalah tindakan nyata, kebijakan berani, dan komitmen serius untuk membangun dari potensi yang sudah tersedia di depan mata.
BUMD bisa dan harus menjadi alat untuk mengubah wajah ekonomi daerah. Tapi itu hanya bisa terwujud jika dikelola dengan visi, integritas, dan keberanian memutus mata rantai kepentingan yang selama ini membelenggunya.
Editor:Yusra Efendi