Takengon – pilargayonews.com | Gedung Olah Seni (GOS) di jantung Kota Takengon pernah berdiri sebagai simbol semangat budaya Gayo. Di sinilah dulu syair didong bersahut-sahutan, derap tari guel menggema, dan seni lokal menemukan ruang untuk tumbuh. Namun hari ini, gedung itu lebih sering sunyi. Panggungnya kosong. Suaranya menghilang.
Anggota Komisi D DPRK Aceh Tengah, Syukri, tak menyembunyikan kegelisahannya. Dalam wawancara bersama media, ia menyampaikan bahwa GOS telah melenceng dari visi awal pembangunannya. “GOS itu dibangun untuk jadi pusat seni dan budaya Gayo. Tapi hari ini, fungsinya nyaris tak terlihat lagi,” ujarnya.
Syukri melihat, lemahnya perhatian terhadap pelestarian fungsi GOS sebagai rumah budaya telah berdampak pada merosotnya eksistensi kesenian lokal. Anak-anak muda Gayo kehilangan ruang belajar seni tradisi. Para seniman tak lagi punya tempat yang layak untuk berkarya.
“Kita seperti sedang membiarkan warisan leluhur kita menghilang perlahan. GOS yang seharusnya jadi rumah, sekarang seperti bangunan kosong tanpa jiwa,” tambahnya.
Ia pun mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, khususnya Bupati, untuk mengambil langkah nyata: mulai dari perbaikan fisik hingga penguatan program-program seni dan budaya. Ia membayangkan GOS sebagai pusat aktivitas yang hidup kembali — tempat pentas, diskusi, pameran seni, serta laboratorium pelestarian budaya Gayo.
“Saya berharap kepada Bupati agar GOS ini direnovasi, ditata ulang, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Jangan biarkan panggung ini terus diam, sementara budaya kita perlahan tergerus zaman,” tegasnya.
GOS Aceh Tengah sejatinya dibangun untuk menjadi jantung kehidupan seni dan budaya masyarakat. Tapi kini, gedung itu lebih sering digunakan untuk acara-acara umum yang jauh dari dunia seni — bahkan tak jarang dibiarkan kosong, sunyi, dan tidak terawat.
Pernyataan Syukri menjadi pengingat penting di tengah derasnya arus modernisasi: bahwa budaya, jika tidak dirawat, bisa lenyap. Dan GOS — rumahnya sendiri — justru menjadi tempat pertama di mana suara itu perlahan menghilang.