Oleh: Khairul Ahadian, ST – Politisi Partai Demokrat
Takengon, Pilargayonews.com– Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Datu Beru Takengon, yang selama ini menjadi garda terdepan pelayanan kesehatan di Dataran Tinggi Gayo, kini berada di tengah perdebatan administratif yang cukup kompleks. Sejak sekitar 14 tahun lalu, RSUD Datu Beru telah beroperasi dengan status Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Namun, dalam empat tahun terakhir, sesuai dengan perkembangan regulasi nasional, seluruh rumah sakit daerah diwajibkan berstatus sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di bawah Dinas Kesehatan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah kedua status tersebut bisa berjalan berdampingan secara hukum dan administratif? Atau justru menciptakan konflik kewenangan yang berisiko?
Sementara menurut khairul Ahadian apabila Merujuk pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, Permendagri No. 79 Tahun 2018, dan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2019, keberadaan RSUD sebagai UPTD adalah kewajiban struktural. Namun, regulasi yang sama secara tegas mengizinkan agar UPTD yang memenuhi syarat dapat dikelola dengan mekanisme BLUD, yakni sistem keuangan yang lebih fleksibel dan akuntabel.
“Ini bukan persoalan konflik status, melainkan soal sinergi yang belum sepenuhnya diatur dengan baik,” ujar Khairul Ahadian, ST, politisi dari Partai Demokrat. Ia menekankan bahwa UPTD adalah kerangka organisasi, sementara BLUD adalah pola pengelolaan. Keduanya bisa berjalan seiring, asal ada harmonisasi yang tepat.
Masalah timbul bukan karena status ganda itu sendiri, melainkan jika tidak ada kepastian hukum dalam dokumen resmi pemerintah daerah. Jika tidak segera dilakukan penyesuaian, RSUD Datu Beru bisa menghadapi:
Potensi temuan audit dari BPK atau BPKP terkait pengelolaan anggaran.
Ketidakpastian dalam pengambilan kebijakan manajerial.
Turunnya kualitas layanan publik akibat tumpang tindih kewenangan.
Khairul menyarankan agar Pemerintah Daerah tidak terburu-buru mencabut salah satu status, tetapi justru menyatukannya dalam satu kerangka hukum yang jelas dan tegas. Adapun langkah-langkah yang perlu segera diambil antara lain:
Revisi Surat Keputusan Bupati dan Peraturan Bupati yang secara eksplisit menyebutkan bahwa RSUD Datu Beru adalah UPTD dengan pola pengelolaan keuangan BLUD.
Penyusunan ulang dokumen manajemen, seperti Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA), Rencana Strategis (Renstra), hingga Standard Operating Procedure (SOP) yang sesuai prinsip BLUD.
Dengan sinergi UPTD dan BLUD yang dikelola secara profesional dan sesuai regulasi, RSUD Datu Beru bukan hanya sah secara hukum, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas layanan, efisiensi keuangan, serta daya saing sebagai rumah sakit rujukan regional.
“Ini bukan tentang memilih satu dan menyingkirkan yang lain,” tegas Khairul. “Ini tentang bagaimana kita menjadikan RSUD Datu Beru sebagai model pelayanan publik yang fleksibel, taat hukum, dan tetap membanggakan rakyat Gayo.”
Editor: Yusra Efendi