Oleh: Zoel Kenedi, Ketua LSM Kaliber Aceh
Kutacane –pilargayonews.com | Menjadi seorang Pengulu (Kepala Desa) di era sekarang bukan hanya soal kepemimpinan dan pelayanan terhadap masyarakat. Di balik jabatan tersebut, tersimpan potensi ancaman yang tak sedikit. Mulai dari intimidasi, tekanan politik, hingga kriminalisasi—semuanya bisa menimpa jika sang kepala desa memilih untuk melawan atau tidak tunduk terhadap kebijakan pimpinan maupun elit politik yang sedang berkuasa.
Realita ini disampaikan Ketua LSM Kaliber Aceh, Zoel Kenedi, dalam refleksi kritisnya terhadap kondisi kepala desa di Kabupaten Aceh Tenggara (Agara).
“Masih mau jadi pengulu? Bersiaplah, suatu saat Anda akan diteror, ditakuti, diaudit bahkan dimaki, jika Anda menantang kebijakan pimpinan. Perlakuan tidak manusiawi lainnya juga siap menanti,” ujar Zoel.
Menurutnya, ancaman itu datang dari berbagai arah, termasuk pejabat teras di lingkungan Pemkab Agara, oknum aparat penegak hukum (APH), serta elit politik lokal. Mereka diduga menggunakan beragam cara untuk membungkam kepala desa yang berani berbeda pendapat, termasuk memanfaatkan pihak ketiga guna menghilangkan jejak tindakan mereka.
Lebih mengkhawatirkan, Zoel menyebut beberapa program yang seharusnya memiliki landasan hukum justru dijalankan tanpa regulasi yang jelas. Beberapa di antaranya seperti kegiatan pelatihan listrasi (literasi administrasi), pemberantasan narkoba, pembibitan coklat, hingga kegiatan perayaan HUT RI, yang dananya bersumber dari Dana Desa namun implementasinya tak diatur dalam mekanisme resmi.
“Mirisnya, pelaku kegiatan itu bukan orang sembarangan, tetapi oknum pejabat yang punya kuasa. Tapi mereka pandai menutupi jejak dengan melibatkan pihak ketiga. Pelaku utamanya baru akan terungkap jika tertangkap. Mungkinkah?” tulis Zoel dengan nada retoris.
Ia menegaskan, tidak ada jaminan keamanan bagi kepala desa, bahkan setelah “nafsu syahwat” politik dan proyek telah dipenuhi. Kepala desa tetap menjadi sasaran empuk bagi pihak-pihak yang ingin menggerogoti Dana Desa untuk kepentingan pribadi.
Padahal, UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan berbagai regulasi turunan terkait pengelolaan Dana Desa sudah sangat jelas mengatur kewenangan, akuntabilitas, hingga mekanisme pelaporan penggunaan anggaran. Namun di lapangan, Zoel menilai, ketentuan tersebut masih sering diabaikan demi memenuhi kepentingan politik dan ekonomi kelompok tertentu.
Zoel Kenedi mendesak agar aparat penegak hukum dan lembaga pengawas bertindak tegas terhadap praktik penyalahgunaan kekuasaan yang menyasar kepala desa. Ia juga mendorong kepala desa untuk bersatu dan melawan intimidasi yang terus terjadi secara sistematis.
“Kepala desa bukan boneka politik. Mereka adalah pemimpin di tingkat desa yang memiliki mandat dari rakyat. Sudah saatnya mereka dilindungi dan diberdayakan, bukan ditekan dan diperas,” pungkasnya.