Aceh Tengah – pilargayonews.com | Akses jalan utama menuju Kampung Kute Reje dan Kampung Delung Sekinel di Kemukiman Wih Dusun Jamat, Kecamatan Linge, Aceh Tengah, tertimbun material longsor sejak 2 April 2025 lalu. Namun, hingga hari ini, belum terlihat adanya penanganan serius dari pemerintah daerah untuk menanggulangi bencana tersebut.
Tokoh masyarakat Linge, Namtara Linge, mengungkapkan bahwa titik longsor terjadi tepatnya di kawasan Bur Buder, Dusun Tekur, Kampung Delung Sekinel. Menurutnya, longsor disebabkan oleh curah hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur wilayah tersebut secara terus-menerus.
“Warga bersama aparatur desa sudah melakukan pembersihan material longsor secara gotong royong, namun malam harinya tanah kembali menimbun badan jalan. Ini terus berulang, dan tentu tidak efektif jika tidak segera ada alat berat yang diturunkan,” ujar Namtara kepada media ini.
Menurutnya, laporan kejadian sudah disampaikan ke instansi terkait, termasuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tengah. Namun, hingga kini belum ada alat berat seperti ekskavator yang dikerahkan ke lokasi bencana. Akibatnya, aktivitas masyarakat terganggu dan akses antar kampung menjadi terhambat, bahkan nyaris terisolasi.
“Forkopimcam juga sempat hadir dan ikut gotong royong di hari pertama, tetapi pekerjaan besar seperti ini butuh bantuan alat berat. Ini bukan hal yang bisa diatasi dengan sekop dan cangkul saja,” tambahnya.
Namtara mendesak pemerintah daerah, khususnya Pemkab Aceh Tengah, agar tidak terfokus hanya pada kegiatan-kegiatan seremonial. Ia meminta agar satu unit alat berat disiagakan di wilayah Kecamatan Linge mengingat luasnya cakupan wilayah serta tingginya potensi bencana, khususnya di musim penghujan.
“Kita tidak bisa terus berdalih. BPBD jangan lagi pakai alasan klasik. Sekarang katanya alat berat tidak bisa diturunkan karena tidak ada sopir trado, sebab sopir mudik. Ini alasan yang tidak masuk akal. Harusnya ada petugas yang stand by,” tegasnya.
Tak hanya itu, Namtara juga mempertanyakan progres pengerjaan jembatan di Linge, Keluluhen, dan Kenaiken yang hingga kini belum dimulai meski pemenang tender telah diumumkan pada Februari 2025 lalu.
“Papan proyek sudah terpasang sejak awal Ramadan, namun pekerjaan belum juga dimulai. Padahal akses ini sangat vital bagi pergerakan warga dan perekonomian desa. Pemerintah harus bertanggung jawab,” tegasnya lagi.
Aspek Regulasi:
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Pasal 12 menyebutkan bahwa jalan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang harus dikelola secara terpadu agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Dalam konteks ini, pemerintah daerah berkewajiban menjaga fungsi jalan agar tidak menimbulkan gangguan bagi aktivitas sosial dan ekonomi warga.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana menegaskan bahwa dalam situasi darurat bencana, pemerintah harus segera melakukan langkah tanggap darurat, termasuk penyediaan sarana dan prasarana seperti alat berat untuk membuka akses jalan.
Kondisi yang terjadi di Kecamatan Linge menunjukkan adanya ketidaksiapan pemerintah dalam menjalankan mandat regulasi tersebut, terutama dalam aspek kesiapsiagaan dan respons cepat terhadap bencana yang dapat mengganggu aksesibilitas warga. ***