Takengon,Pilargayonews.com – Rencana aksi damai akan menggema di halaman Gedung DPRK Aceh Tengah pada Rabu, 21 Mei 2025. Sejumlah organisasi masyarakat sipil seperti Forum Gabungan Rakyat Bersatu (FORGAB), LSM Gayo Rimba Bersatu, hingga Persatuan Mancing Mania sepakat turun ke jalan demi satu tujuan: menyelamatkan Danau Lut Tawar dari ancaman kerusakan ekologis yang kian nyata.
Berbeda dari aksi sebelumnya yang berangkat dari keresahan nelayan, aksi kali ini membawa semangat kolaboratif. Koordinator aksi menegaskan, “Ini bukan demo tandingan, bukan pula gerakan yang membuka ruang konflik. Ini aksi damai, aksi bersama, untuk menyampaikan suara nelayan dan masyarakat yang mencintai Danau Lut Tawar.”
Aksi ini menyoroti maraknya penggunaan alat tangkap ikan yang merusak habitat danau, seperti Cangkul Padang dan Cangkul Dedem. Para penggerak aksi menuntut pemerintah daerah tidak lagi menunda tindakan tegas terhadap praktik-praktik tersebut, sekaligus mendorong solusi nyata dan manusiawi bagi nelayan terdampak.
Gelombang kepedulian ini bukan tanpa latar belakang. Hanya beberapa hari sebelumnya, pada Jumat, 16 Mei 2025, Himpunan Aliansi Masyarakat Nelayan Serumpun (HAMAS) telah menggelar unjuk rasa di titik yang sama. Mereka menolak pembongkaran paksa alat tangkap mereka dan mendesak adanya kompensasi serta program alih usaha yang adil.
Koordinator HAMAS, Ahyar Abadi, menyampaikan enam poin tuntutan kepada DPRK Aceh Tengah, termasuk penertiban menyeluruh tanpa diskriminasi, dan keadilan sosial bagi nelayan kecil. “Jangan hanya satu pihak yang dikorbankan,” ujarnya waktu itu.
Situasi ini semakin kompleks saat Ketua DPRK Aceh Tengah, Fitriana Mugie, menegaskan bahwa tidak akan ada tindakan pembongkaran sebelum ada pertemuan resmi antara Bupati Aceh Tengah dan para nelayan. Sebagian pihak menilai, pernyataan ini mencerminkan belum solidnya koordinasi antara legislatif dan eksekutif dalam merespons isu lingkungan yang sensitif ini.
Di tengah ketegangan tersebut, Jaringan Aspirasi Rakyat Aceh (JARA) Cabang Aceh Tengah justru mengambil sikap tegas: mendukung penuh kebijakan penertiban alat tangkap merusak. Mereka mendorong DPRK dan Pemkab untuk tidak ragu berpihak pada pelestarian lingkungan dan menyerukan kolaborasi semua elemen untuk menjaga Danau Lut Tawar.
“Danau ini bukan hanya sumber penghidupan, tapi juga jantung kebudayaan Gayo. Kalau kita abai hari ini, generasi mendatang hanya akan mewarisi kerusakan,” ujar salah satu aktivis JARA.
Aksi damai hari Rabu mendatang diharapkan menjadi momen penyatuan suara: antara nelayan, pecinta lingkungan, dan masyarakat luas yang peduli pada keberlanjutan ekosistem Danau Lut Tawar. Sebab menjaga alam bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab bersama sebagai anak negeri.
Editor:Yusra Efendi