Takengon | Pilargayonews.com – Tokoh masyarakat Aceh Tengah, Muchlis Gayo, SH, M.Si, menegaskan bahwa tuntutan pemekaran Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) lahir dari kebutuhan mendesak untuk pemerataan pembangunan di Aceh, bukan untuk memisahkan diri berdasarkan suku atau etnis.
Pernyataan itu disampaikan Muchlis dalam dua momen penting, yakni saat berdialog dengan mantan Pj. Gubernur Aceh, Alm. Rambii Riduan, SH, di Jakarta pada tahun 2000, serta dalam pertemuan dengan Irwandi Yusuf di Linge Land Hotel, Takengon, menjelang Pilkada Aceh.
Pada diskusi Forum Keadilan Rakyat Aceh (FOKRA) tahun 2000, Muchlis memaparkan ketidakadilan pembangunan yang dialami masyarakat pedalaman seperti Gayo, Alas, dan Jamee. Ia mengungkapkan bahwa hampir seluruh kota besar di pesisir Aceh menggunakan nama-nama dalam bahasa Gayo, namun masyarakat Gayo justru terpinggirkan dari pembangunan.
“Saya lihat, kalian di pesisir tidak kompak kalau soal jabatan, tapi ketika berhadapan dengan orang Gayo, semua kompak. Ini perilaku yang menyebabkan kami terus menuntut keadilan dan pemekaran provinsi,” tegas Muchlis dalam forum tersebut.
Dalam pertemuan itu, Muchlis menawarkan dua opsi:
1. Memindahkan pusat pemerintahan Aceh ke Takengon, untuk memperpendek rentang kendali administrasi.
2. Jika tidak memungkinkan, membentuk provinsi baru seperti ALA, ABAS, Samudera Pase, dan Pidie Jaya.
Tawaran tersebut disambut hangat, bahkan tepuk tangan menggema saat Muchlis menyebutkan usulan pemekaran Pidie Jaya.
Muchlis juga mengkritik keras pengelolaan Dana Otonomi Khusus Aceh yang nilainya sangat besar namun tidak membawa perubahan berarti bagi daerah pedalaman. Ia menilai ketimpangan pembangunan justru semakin melebar, dan kemiskinan tetap meluas, baik di pedalaman maupun pesisir.
Dalam pertemuan terpisah dengan Irwandi Yusuf di Takengon, Irwandi berjanji akan membangun Aceh secara adil jika terpilih kembali menjadi gubernur. “Setelah kita bangun merata, baru kita tanya lagi, apakah masih perlu merdeka atau perlu pemekaran?” kata Irwandi saat itu. Muchlis menyatakan dukungannya atas niat baik tersebut dan bahkan menawarkan fasilitas hotel secara cuma-cuma untuk tim Irwandi.
Namun, menurut Muchlis, janji tersebut tidak terealisasi karena Irwandi tidak melanjutkan masa kepemimpinannya. Penggantinya, Nova Iriansyah – yang notabene putra Gayo – juga dinilai gagal membuktikan keberpihakan pada daerah pedalaman.
Lebih jauh, Muchlis menekankan bahwa pemekaran provinsi seperti ALA bukanlah upaya memecah Aceh, melainkan strategi untuk mempercepat pembangunan dan mengejar ketertinggalan daerah-daerah yang selama ini dianaktirikan.
Ia mencontohkan keberhasilan pemekaran Provinsi Banten dari Jawa Barat, yang justru mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Banten tanpa menimbulkan perpecahan.
“Pemekaran akan memberi kesempatan menghirup udara kemerdekaan, mengejar ketertinggalan, dan mewujudkan kesejahteraan rakyat Aceh yang adil dan damai. Kita bersaudara, sekali bersaudara tetap bersaudara,” pungkas Muchlis Gayo. ***