Banda Aceh – pilargayonews.com| Eks Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Linge, Fauzan Azima, menegaskan bahwa perjuangan Aceh secara militer telah berakhir sejak ditandatangani Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki pada 15 Agustus 2005. Namun, ia menilai tantangan terbesar Aceh saat ini adalah bagaimana memanfaatkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai senjata utama dalam memperjuangkan kewenangan daerah.
“Kalau dulu kita menggunakan senjata konvensional, sekarang senjata kita adalah UUPA. Dahsyatnya bisa disetarakan dengan nuklir. Bedanya, dulu senjata diarahkan pada sasaran tertentu, sekarang UUPA seharusnya jadi pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan,” ujar Fauzan dalam Seminar Keacehan di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Jumat (19/9/2025).
Fauzan menyayangkan UUPA kerap diabaikan, padahal salah satu tujuan utama perjuangan Aceh melawan Jakarta dulu adalah untuk memperoleh kedaulatan dan kewenangan penuh. Ia mengingatkan generasi muda agar tidak melupakan amanat sejarah.
“Qanun itu pagar kewenangan Aceh. Tapi faktanya, UUPA seperti mati suri. Memperjuangkannya sama beratnya dengan perjuangan bersenjata dulu,” katanya.
Lebih lanjut, Fauzan menekankan pentingnya aparatur sipil negara (ASN), khususnya pejabat eselon, memahami secara mendalam isi UUPA. Menurutnya, setiap kebijakan di Aceh seharusnya berlandaskan aturan tersebut.
“Kita hidup di Aceh, maka ASN wajib tahu UUPA. Jangan sampai mengabaikan hak-hak Aceh yang sudah diatur,” tegasnya.
Ia juga mendorong agar UUPA menjadi dasar utama dalam setiap kebijakan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Fauzan mencontohkan kawasan ekosistem Leuser yang apabila dikelola dengan tepat, dapat menjadi instrumen penting untuk memperkuat kedaulatan Aceh.
**