Kutacane – Kebijakan efisiensi anggaran yang digaungkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, dinilai belum sepenuhnya dijalankan di tingkat daerah. Salah satu daerah yang menjadi sorotan adalah Kabupaten Aceh Tenggara.
Ketua LSM Kaliber Aceh, Zoel Kenedi, menilai kebijakan efisiensi anggaran di Aceh Tenggara hanya menjadi slogan semata. Ia menyebutkan, justru terjadi pemborosan melalui kebijakan pengadaan mobil dinas baru serta rehabilitasi rumah dinas Ketua DPRK Aceh Tenggara yang dianggap bertolak belakang dengan semangat efisiensi itu sendiri.
“Mulai dari Bupati hingga Ketua DPRK Agara, justru menunjukkan ketidakefisienan. Padahal prinsip efisiensi yang tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 bertujuan untuk mencegah pemborosan anggaran daerah,” ujar Zoel Kenedi.
Menurutnya, kebijakan efisiensi tidak seharusnya hanya dihitung berdasarkan pengurangan anggaran semata, namun juga harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan penggunaan anggaran yang tepat sasaran.
Zoel Kenedi juga mengingatkan bahwa efisiensi tanpa disertai transparansi justru dapat menjadi celah munculnya praktik korupsi di tubuh pemerintahan daerah.
“Efisiensi berarti penggunaan sumber daya secara optimal. Tapi jika efisiensi dijadikan dalih untuk meniadakan pengawasan dan akuntabilitas, itu justru membuka ruang penyalahgunaan anggaran,” jelasnya.
Ia menegaskan, transparansi merupakan elemen krusial dalam memastikan efisiensi benar-benar berpihak kepada kepentingan publik. Tanpa keterbukaan, masyarakat dan lembaga pengawas tidak akan mampu mengontrol penggunaan anggaran secara adil dan proporsional.
Di tengah kritik dan sorotan publik, pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara diharapkan mampu menghadirkan solusi konkret yang tidak hanya mengejar angka penghematan, tetapi juga memastikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Ketua Efisiensi Anggaran: Hemat atau Malah Merugikan Masyarakat?